Sabtu, 08 Januari 2011

SURAT UNTUK WANITA YANG DIRINDUKAN SURGA

Aku menulis ini karena kesempurnaanmu tlah merampas kejeniusanku. Aku jadi manusia bodoh di hadapanmu. Kharismamu membuat lidahku kelu, membuatku tak mampu berkata-kata di hadapanmu. Kesederhanaan, ketabahan, dan kesucianmu mampu mengubur kesombonganku, membuatku rela memohon, bersimpuh padamu tuk bersedia menjadi pendamping hidupku. Sungguh!

Andai syarat untuk mendapatkan keikhlasanmu aku harus memetik bintang pasti akan ku sanggupi meski aku tak tahu lewat tangga mana aku ke sana karena sayapku Cuma sebelah. Namun jangan kamu pinta aku membangun ‘1000 candi dalam semalam’ sebagai syarat tuk menikah denganmu. Aku hanya manusia papa dalam arti yang sebenarnya. Aku pasti tak mampu karena yang ku punya hanya cita-cita dan romantika tentang kenikmatan-kenikmatan beribadah yang sudah lama dicabut oleh Tuhan dari jiwaku.

bersamamu aku ingin menggali mata air spiritualku yang selama ini kering tertimbun kerikil-kerikil nafsu agar kembali memancar, mengalir dan membentuk anak sungai di jiwaku hingga nanti bisa ku jadikan sebagai media tuk melarungkan bahtera yang berisi cita-cita besarku tentang kesucian, kesempurnaan menuju samudra ketuhanan.

Demi Allah, demi Rosulullah, dan demi alquran yang mulia, kau terlalu sempurna untukku. Aku akan berusaha semampuku untuk tak mengecewakan dirimu karena aku tak bisa membayangkan kemarahan Tuhan bila nanti aku menyia-nyiakanmu. Anggap ini sebagai surat lamaranku. Sebuah surat sederhana yang mewakili gatar-getar nuraniku, dengan dukungan dari keikhlasan wanita yang dirindukan surga, yaitu istriku, seorang wanita lugu berhati emas yang akan kuajak serta bercengkrama di taman-taman surga. Itu janji kecilku padanya.

Bila kamu mengizinkan aku untuk menjadi pendamping hidupmu, aku ucapkan terima kasih karena itu berarti kamu sudi berbagi kenikmatan beribadah yang kulihat di matamu. Andai ada kata yang lebih agung dari itu pasti akan kupersembahkan hanya untukmu. Namun bila saat ini Tuhan belum mengizinkan, aku akan bersabar seperti kesabaran yang ditunjukan Abu Dzar di padang gersang.

Namun satu hal yang harus kamu tahu, meski aku bukan yang terindah, tapi aku yakin akulah yang terbaik. Akan ku buat kamu suatu saat merasa bangga karena rahimmu adalah tempat bersemayam manusia-manusia besar yang mampu mengubah dunia menjadi lebih baik. Kita buktikan pada ‘masyarakatmu’ itu bahwa kita mampu mengkristal menjadi mutiara-mutiara yang dipandang indah oleh kehidupan.


Oh ya, tentang  ‘masyarakatmu’ itu, bilang pada mereka, aku bukanlah binatang jalang yang hanya inginkan tubuhmu. Juga bilang pada mereka aku bukanlah laki-laki pengobral cinta palsu yang menghasutmu dengan syair-syair indah tapi semu. Aku hanya manusia biasa tanpa gelar di depan dan di ujung nama yang punya cita-cita bersimpuh di lingkaran sejati diri Nya bersama para pengabdi suci. Salahkah aku, setitik debu di semesta bila mencoba mengkristal menjadi mutiara bersama dirimu, ‘Fatimah Az Zahra’?

Dan tentang pernikahan, bagiku pernikahan adalah peristiwa suci sebagai media untuk menyatukan dua hati, dan bahteranya adalah madrasah untuk menguatkan jiwa-jiwa kita yang lemah hingga masing masing mengisi ruang kosong, saling melengkapi dengan kelebihan-kelebihan yang kita miliki, agar kita kuat menghadapi gelombang kehidupan, sampai suatu saat dunia bukan lagi penghalang, karena sayapku dan sayapmu menyatu kokoh dan mampu membawa aku, kamu, dan keturunan kita  terbang tinggalkan derita kita di bumi ini tuk menuju kesempurnaan sejati.

"Entah sampai kapan aku meratapi romantika ini...."


Tidak ada komentar: